Potret Sukabumi — Pemerintah Kabupaten Sukabumi tengah bersiap menghadapi momen penting dalam mempertahankan status UNESCO Global Geopark (UGGp) untuk kawasan Ciletuh-Palabuhanratu. Status prestisius ini telah disandang sejak 2018 dan akan kembali diuji dalam proses revalidasi oleh tim asesor UNESCO pada 30 Juni hingga 4 Juli 2025.
Sekretaris Daerah Kabupaten Sukabumi, H. Ade Suryaman, selaku Ketua Badan Pengelola Ciletuh Palabuhanratu UGGp menegaskan bahwa revalidasi bukan sekadar proses administratif, melainkan bukti nyata komitmen daerah dalam menjaga warisan geologi, budaya, dan ekologi secara berkelanjutan.
“Ini bukan hanya soal mempertahankan status, tapi tentang keberlangsungan pembangunan berbasis konservasi yang memberi dampak langsung pada ekonomi masyarakat,” ujar Sekda di Geopark Information Centre (GIC), Selasa (24/6/2025).
Ia menyebutkan bahwa forum koordinasi lintas sektor menjadi langkah strategis dalam merumuskan aksi nyata menjelang revalidasi. Keberhasilan mempertahankan status UGGp akan semakin menguatkan Ciletuh-Palabuhanratu sebagai destinasi wisata tangguh, inklusif, dan berkelanjutan yang dapat menjadi contoh nasional.
“Ini tugas bersama. Dukungan dari kementerian, provinsi, hingga masyarakat sangat menentukan keberhasilan kita,” tambahnya.
Sementara itu, Asisten Deputi Pengembangan Amenitas dan Aksesibilitas Pariwisata Wilayah I Kemenparekraf, Bambang Cahyo Murdoko, menekankan bahwa Ciletuh bukan sekadar destinasi lokal, tetapi representasi nasional dari visi Presiden RI dalam mendorong pembangunan pariwisata berkelanjutan.
“Geopark ini adalah aset bangsa. Perlu dijaga integritasnya, dengan kolaborasi aktif antara pemerintah, pelaku usaha, komunitas, hingga masyarakat,” ungkap Bambang.
Ia menambahkan, Ciletuh Palabuhanratu termasuk dalam 12 geopark prioritas nasional, serta menjadi kandidat kuat aspiring geopark baru di Indonesia. Sejak memperoleh status UGGp tahun 2018, kawasan ini dinilai telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam bidang konservasi, pemberdayaan masyarakat, dan promosi wisata berbasis geologi.
Namun tantangan yang dihadapi kini semakin kompleks, khususnya dalam hal aksesibilitas, kualitas amenitas, dan pengelolaan terpadu. Oleh karena itu, keterlibatan aktif semua pihak menjadi kunci dalam menghadapi penilaian ulang.
“Yang dinilai bukan hanya kelengkapan dokumen, tapi kualitas pengalaman wisatawan, partisipasi masyarakat, serta dampak ekonominya,” pungkasnya.